Muhammad Ikbal Bidang Hukum & HAM PDPM Kota Bima Mahasiswa Pascasarjana UMJ |
Habaingendai.com- Jakarta. Sebelum penulis membahas lebih jauh, terlebih dahulu penulis tidak bermaksud mendiskreditkan para jurnalis, tetapi penulis berharap para jurnalis dan masyarakat pada umumnya bijak dan melindungi harkat dan martabat anak.
Perkembangan media dan tekhnologi informasi saat ini benar-benar memiliki implikasi serius, hadirnya tekhnologi informasi secara besar-besaran banyak mengalami perubahan khususnya pada remaja 12-18 tahun. Anak adalah aset bagi bangsa Indonesia, oleh karenya anak harus dilindungi harkat dan martabanya sehingga bisa tumbuh dan berkembangan dengan baik.
Perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum bukan saja peran aparat penegak hukum dan orang tua, tetapi tanggung jawab semua pihak.
Dalam konvensi internasional tentang hak-hak anak (convention on the rights of the child) yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak baik anak yang menjadi pelaku tindak pidana maupun anak yang menjadi korban. convention on the rights of the child telah dirativikasi oleh pemerintah indonesia melalui keputusan presiden nomor 36 tahun 1990. Hal tersebut berarti bahwa indonesia terikat secara hukum untuk melaksanakan ketentuan yang termaktub dalam konvensi hak-hak anak tersebut.
Dalam perkembangan peradaban masyarakat indonesia sekarang bentuk keseriusan negara dalam melindungi hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yang selajutnya disingkat UU No 35 Tahun 214 jo UU No 11 Tahun 2012 .
Di tengah kemajuan tekhnologi atau yang disebut dengan era media sosial (medsos) orang bisa mengupdate dan mengakses segalanya, oleh karena itu dunia sudah tidak memiliki jarak.
Beberapa bulan terakhir ini hampir sebagian besar media Online maupun cetak di Bima NTB memberitakan tentang kasus pencabulan dan pemerkosaan anak dibawah umur, tanpa disadari bahwa kita telah merusak masa depan anak tersebut.
Pers yang melaksanakan kegiatan jurnalistik harus memperhatikan hak-hak anak, terutama identitas anak yang berhadapan dengan hukum, Baik anak sebgai Pelaku, Korban dan anak sebagai saksi.
Dalam peraturan dewan Pers Nomor 6/PERATURAN-DP/V2008 Tentang kode etik Jurnalistik pada pasal 5, dikatakan bahwa wartawan indonesia tidak boleh menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pemberitaan dalam media massa akan identitas Anak Korban Tindak Pidana sangatlah berpengaruh dan berdampak buruk bagi anak tersebut. Pemberitaan akan memperkuat label anak terhadap masyarakat bahwa anak tersebut sudah tidak baik lagi, Media massa terlalu berlebihan dalam memberitakan anak sebgai korban tindak pidana dan tidak menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
Maka berdasarkan dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa, Media dalam menulis suatu berita untuk melindungi harkat dan martabat anak sehingga anak tersebut memiliki beban psikologi.
Melindungi anak yang berhadapan dengan hukum bukan saja tanggung jawab orang tua dan penegak hukum, tetapi jurnalis (media) juga bertanggungjawab untuk tidak mempublikasi hal yang mempengaruhi psikologi dan pertumbuhan anak tersebut.
Penulis adalah Muhammad Ikbal
Bidang Hukum & HAM PDPM kota Bima juga Mahasiswa Pascasarjana UMJ